Kamis, 21 April 2011

Geopolitik & Globalisasi: Pengabaian oleh Negara

Daoed Yoesoef mengisyaratkan akan adanya pengabaian konsepsi geopolitik dalam konteks globalsiasi oleh pemimpin negeri ini. Dikatakannya, bahwa pemimpin kita selama ini betul-betul telah menyia-nyiakan anugerah kekuatan alami Indonesia. Pengabaian ternyata berdampak fatal di berbagai bidang. Misal, kita lalai membangun angkatan laut yang bisa diandalkan mengamankan potensi kemaritiman. Kita tidak bisa menerapkan kekuatan dalam berpolitik, karena lupa membangun kekuatan yang diniscayakan.

Walaupun UNCLOS 1982 diratifikasi dan dinyatakan mulai berlaku 1994, kira-kira 70 persen ZEE kita belum disepakati negara tetangga. Untuk landas kontinen sekitar 30 persen, yang berbatasan dengan Timor Leste, Filipina dan Palau, belum disepakati. Selain ini masih belum ada kesepakatan tentang luas laut teritorial dengan Singapura, Malaysia, Timor Leste, yang panjangnya sampai 40 persen dari seluruh batas yurisdiksi maritim Indonesia. Negara-negara tersebut ogah-ogahan menyelesaikan masalah pemastian garis batas maritim karena tidak ada tekanan kekuatan riil dari pihak kita. Diplomasi kita rapuh, tidak punya dasar riil untuk berpijak.


Ketidakseriusan dalam menjaga wilayah terluar terbukti dari kemenangan Malaysia dalam kasus kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan pada 17 Desember 2002. Mahkamah Internasional Den Haag memutuskan demikian mengingat negara tersebut menguasai secara efektif selama ini. Belum lagi dihitung sikap pemerintah pusat dan daerah yang acuh tak acuh terhadap penggalian pulau-pulau yang tanah/ pasirnya dijual ke Singapura.
Karena menganggap kekuatan potensial alami kemaritiman Indonesia tidak penting, pemerintah demi pemerintah lalai mengembangkan ilmu dan teknologi kelautan. Untuk mengelola laut yang kaya sumber daya mineral dan hayati, mewujudkan semua kandungan potensialnya, perlu bantuan teknologi kelautan canggih. Melalui pembelajaran guna penguasaannya kualitas manusia Indonesia tentu bisa meningkat mengingat keanekaragaman bidang studi/riset yang dicakup maritime science and technology.
Pendek kata sejak awal kemerdekaan pemerintah lalai menggerakkan pembangunan maritim dalam rangka pembangunan nasional yang menyeluruh dan terpadu. Yang pasti dan merupakan pengalaman pahit dalam pelaksanaan politik luar negeri, Indonesia tidak punya landasan kekuatan riil dalam memperjuangkan "emansipasi internasional" melalui diplomasi, yaitu pembebasan dari kekuasaan negara-negara maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional serta dari pelecehan negara-negara setingkat yang dahulu bahkan relatif lebih terbelakang dari kita.

Asas "bebas aktif" dalam berdiplomasi adalah cara bersikap, menetapkan pendirian, bukan dasar, yaitu alternatif-alternatif yang dijadikan pilihan demi kepentingan nasional. Semua alternatif tersebut dalam percaturan globalisasi disiapkan oleh studi geopolitik nasional.



sumber :

Fukuyama, Francis, 1992, The End of History and the Last Man, New York: Avon Books.

Morgenthau, Hans J., Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace, New York : Revised by Thompson, Kenneth W. Alfred Knopf, 6th ed.

Sri Hayati dan Ahmad Yani, 2007, Geografi Politik, Refika Aditama, Bandung.

Tidak ada komentar: